Jadi, tadi sore saat rapat Intermedia sedang berlangsung di selasar Labtek VII-VIII, di layar chocobar tempat gw membuka buku muka terpampanglah foto bayi—kecil, unyu-unyu, dan di-
like oleh sekitar 30++ orang yang beberapa merupakan teman masa kecil gw. Dengan
caption "Makasi Tuhan", ternyata yang ngepos
foto itu adalah seseorang yang ada di
entry ini. Setelah komentar demi komentar di tautan panjang itu gw telusuri... didapatlah suatu kesimpulan bahwa si bayi yang lucu tadi adalah anak kandungnya, yang baru saja lahir dari istrinya yang sah.
AIH.
BEGITU CEPAT DUNIA INI BERPUTAR!
Pasti aneh rasanya jadi seorang ayah berumur 20 tahun.
Eniwei akhirnya gw berhasil login ke
ADF, forum lampau banget tempat gw meniti karir jadi admin
yang lalai. Gw pikir sudah hilang tak berbekas jejaknya, sampai suatu hari
aiccha ngetwit alamat asli
board tsb (gw cuma inget yang udah pake domain gratisan).
Lucu juga liat-liat sign, avatar, percakapan, emot, dll dll di zaman purbakala itu. Agak sedih sebenernya, inget temen-temen dunia maya, yang walaupun nggak pernah ketemu muka udah kayak saudara sendiri. Pingin kontak lagi, pingin ngobrol lagi, walau sekarang mungkin dalam suasana dan individu yang benar-benar berbeda.
Hari ini, ada satu hipotesis lagi yang terbukti.
Semua orang pernah alay.
Bonus: kealayan zaman lampau. Kewl, isn't it?
Labels: life story, some work
Orang bisa bertemu orang-orang baru dalam sekejap. Beberapa di antaranya biasa saja, beberapa di antaranya kurang kau sukai, tapi selalu ada beberapa orang yang menarik perhatianmu. Bukan hanya dari penampilan, tapi juga, kepribadian.
Aku ingat bagaimana dulu aku begitu tertarik dengan manusia 2 dimensi (baca: anime). Hei, jangan meremehkan dulu, karakter anime pun punya tampang dan kepribadian yang oke. Mereka juga asyik dijadikan simulasi cerita dalam otakmu. Kadang itu menjadi
doping untuk menjalani hidup. Semuanya begitu sempurna, cuma satu kekurangannya: mereka tidak nyata.
Aku tak merasa membutuhkan pasangan yang nyata, sampai suatu hari ada seseorang yang benar-benar *uhuk* mempertaruhkan hatinya untukku. Dan, yah, begitulah, pengalaman pertama (yang lucu kalau diingat sekarang), membuatku sadar bahwa sesempurnanya kepribadian atau tampang karakter anime, tidak dapat menyaingi sesuatu yang nyata. Perpisahan kami pun menyisakan sesuatu yang membangun (di samping luka dll-nya :))).
Seleraku berpindah. Aku jadi punya ketertarikan khusus kepada orang-orang yang baik hati. Definisi baik hati memang luas, dan demikianlah pribadi orang ini. Ketulusan mengalir pada setiap aspek dalam hidupnya. Aku sampai berpikir, jangan-jangan dia malaikat :)))))) #GombalSalahTempat. Doa-doaku selalu tentang dia, apalagi hatinya dan hatiku tertuju ke Bapa yang sama. Aku yakin dia pastilah seseorang yang dikirim khusus pake paket kilat ke rumahku.
Tapi ternyata bukan.
Well, sekarang dia melanjutkan studi di tempat yang jauh. Dan aku belum pernah kontak langsung semenjak itu, yang kutahu, dia salah satu aktivis kegiatan rohani di kampusnya.
Ah, aku malas berpikir yang berat-berat soal
hubungan. Lebih penting menjalani kehidupan dengan baik, hidup lajang pun tak mengapa. Di kampus yang besar ini aku bertemu lebih banyak orang, dan lucunya *ehm* ada juga yang menjadi korban
friendzone, gara-gara aku terlalu santai menghadapi suatu hubungan. Kemudian di tengah keringananku bergaul, muncullah manusia aneh dengan gelagat yang aneh yang *uhuk* tertarik sekaligus menarikku. Pada suatu malam yang biasa saja, dia... yah begitulah, intinya kami akhirnya punya status yang aneh. Aku belajar banyak,
sangat banyak, tentang teknik, budaya, psikologi, kerohanian, doktrin, sampai perasaan. Pada malam-malam kencan (:))) kami, di perjalanan balik ke kosan, dari obrolan-obrolan itu, aku mengerti benar apa yang sebenarnya tak tampak di mukanya...
Aku tahu hal itu memang sulit, tapi aku masih percaya mereka bisa melakukannya. Mereka seharusnya bisa bareng. Aku pun menyudahinya.
Begitulah.
Tinggallah orang itu... Entah sejak kapan dia terus berada di dekatku, walau kadang tak kasat mata. Banyak muka yang kautemui, apalagi dengan predikat anak gaul yang beda strata sama mahasiswa itebe lainnya (setidaknya aku memandangmu seperti itu), tapi toh kau masih di sini. Sendiri. Seakan-akan menunggu waktu yang tepat.
Wajah-wajah baru dapat kautemukan di mana saja. Orang yang baru bertemu, berkenalan sebentar pun, kalau memang diberi kesempatan untuk bersama, terjadi
. Tapi kurasa memang ada orang-orang yang diberikan waktu lebih banyak untuk saling mengenal, saling mengerti, saling memupuk perasaan.
Semoga suara itu kali ini benar-benar dari Atas.
Labels: kegalauan, life story